Masa Pekabaran Injil Salatiga Zending di
wilayah Pemalang
Oleh
karena pekabaran Injil yang dilakukan oleh Kyai Sadrah dan juga Nyonya Philips,
maka di wilayah kabupaten Batang yaitu daerah pegunungan di desa Telagahabang
muncul orang-orang Kristen. Kemudian orang-orang Kristen dari Telagahabang ini
mengabarkan Injil di wilayah karesidenan Tegal bagian selatan, sehingga
terdapat 3 kelompok jemaat yaitu; di Kandanggotong yang terletak di lereng
gunung Slamet bagian Timur Laut kaewedanan Banyumudal, di Batursari, dan juga
di Pulosari.
Sementara
itu jemaat-jemaat yang timbulnya oleh pekabaran Injil Kyai Sadrah dan
sahabat-sahabatnya hampir semuanya memilih menjadi Kristen Kerasulan dan
mengabaikan pendeta dari Salatiga Zending. Namun itu tidak seluruhnya. Orang
Kristen di Pulosari, Batursari, dan Kandanggotong lebih memilih menjadi asuhan
Salatiga Zending dan memohon agar ditempatkan pendeta di situ. Salatiga Zending
menyetujui, lalu menempatkan seorang pendeta di Moga. Sebelum daerah itu
diserahkan kepada asuhan SZ, orang-orang Kristen sudah pindah dari Batursari
dan Kandanggotong ke Pulosari. Kemudian mereka membangun pedukuhan Kristen di
desa Tumanggal, dekat Moga.
Sejak
awal, pendeta Salatiga Zending mengerti adanya pengaruh Sekolah Kristen dalam
pekabaran Injil, karenanya sejak awal pula didirikan sekolah-sekolah dan juga
rumah sakit. Namun demikian pelayanan rumah sakit yang berada di Jawa tengah
Utara bagian Barat tidaklah sebanding dengan daerah Timur, yaitu didirikannya
rumah sakit pembantu kecil di Moga dan Pemalang. Di Moga, Ungaran, dan
Kaliceret terdapat zuster Jerman dan Belanda yang memimpin rumah sakit
tersebut. Sedangkan di pemalang hanya pendeta saja yang melayani bidang ini.
Oleh
karena letak jemaat-jemaat itu jauh dari Pemalang dan kebanyakan berada di
pegunungan, maka diusulkan oleh Pdt. Bansemer dari Moga agar dipindahkan ke
Pekalongan. Pada tahun 1936 hal itu dipenuhi. Di Moga hampir tidak terdapat
perkembangan jemaat, sehingga jemaat Tumanggal dan Pulosari disatukan di bawah
asuhan pendeta Pemalang. Saat itu terdapat 3 pendeta yaitu di Tegal, Pemalang,
dan Pekalongan. Jemaat baru tidak begitu banyak, hanya di kota kawedanan
Randudongkal akhirnya bisa tumbuh kelompok-kelompok jemaat sebagaimana di
kawedanan Comal.
Gereja Moga dan perjalanan pelayanannya
GKJ Moga merupakan hasil penginjilan yang dilakukan
oleh Salatiga Zending, sebuah lembaga zending Jerman yang berpusat di Salatiga.
Secara geografis, Moga berada di wilayah Pemalang, pesisir utara Pulau Jawa,
namun terletak di kaki Gunung Slamet sehingga cocok untuk perkebunan. Moga
merupakan daerah perkebunan. Karena itulah untuk melayani orang-orang
perkebunan, di Moga lalu didirikan Sekolah dan Rumah Sakit oleh Zending
Salatiga. Dua bentuk pelayanan ini secara konvensional merupakan sarana untuk
Pekabaran Injil. Namun, pada tahun 1949, rumah sakit itu di tutup karena
terjadi clash II.
Kedua bentuk pelayanan itu pula yang
kemudian menjadi cikal bakal berdirinya gereja. Sejak tahun 1911 Gereja Moga
tercatat sudah melaksanakan pengajaran katekisasi, baptisan, sidi dan pelayanan
pernikahan. Semua itu dilayani oleh pendeta-pendeta Belanda. Sampai tahun
1950-an, Gereja Moga dilayani oleh Pendeta Kruh. Selain pendeta, pada tahun
1949 tercatat ada beberapa penatua yang sudah aktif melayani yaitu Bapak
Daniel, Bapak Yusak, Bapak Hardjosemito dan dua diaken yaitu Bapak Dartas dan
Bapak Saul. Mereka saat itu juga melayani kotbah dalam kebaktian.
Adapun warga yang tinggal di dukuh Gondang
pada awalnya adalah para pasien Rumah Sakit yang tidak mau kembali ke daerahnya
setelah sembuh. Mereka yang tidak mau kembali kebanyakan bekerja di Rumah Sakit
tempat mereka dirawat sebelumnya. Sebagian bekerja di sawah dan tegalan dari
tanah milik Zending. Para warga tersebut kemudian di tempatkan di sebuah dukuh
yang kemudian dinamakan dukuh Gondang. Sedangkan nama Gondang diambil dari nama
sebuah pohon yang semula dijadikan sebagai patokan di daerah itu. Oleh sebab
itu, daerah di sekitarnya kemudian disebut dengan Dukuh Gondang.
Gereja Moga didewasakan tangal 19 Oktober
1949 dengan ditandai dengan penahbisan Pendeta M. Kephas. Semula, ia adalah
seorang guru Injil yang dikirim oleh Salatiga Zending sejak tahun 1939. Pada
saat pendewasaan, gereja Moga beranggotakan kurang lebih 35 Kepala Keluarga,
yang sebagian besar tinggal di dukuh Gondang, 2 kilometer dari Moga. Pada saat
itu gereja Moga menjadi bagian dari Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah Utara
(GKJTU), karena merupakan hasil dari Pekabaran Injil Zending Salatiga. Pada
tahun 1949, Gereja-gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU) bergabung dengan
Gereja-gereja Kristen Jawa Tengah Selatan (GKJTS), menjadi sinode Gereja
Kristen Jawa (GKJ). Termasuk juga Gereja Moga kemudian disebut menjadi GKJ
Moga.
Namun Sinode penyatuan hanya berlangsung
singkat, karena pada tahun 1952 sinode penyatuan itu pecah lagi, menjadi Gereja
Kristen Jawa dan Gereja Kristen Jawa Tengah Utara. Pada saat itu gereja Moga
dihadapkan pada pilihan yag sulit. Secara historis, Gereja Moga memang hasil PI Salatiga Zending, tapi secara
struktural cocok dengan struktur GKJ yang presbiterian. Bp. Ernest Saweho salah
satu tokoh GKJ Moga pernah mengatakah bahwa Sistim pemerintahan Gerejawi, GKJ
yang presbiterian yang sudah dirasakan oleh GKJ Moga “lebih demokratis”. pernah
Atas dasar itulah maka gereja itu tetap memilih untuk bergabung dengan sinode
GKJ. Pada saat itu GKJ Moga menjadi bagian dari Klasis Banyumas Utara.
Oleh karena GKJ Moga tetap memilih
bergabung dengan sinode GKJ, maka terjadilah gejolak di Moga mengenai perebutan
kepemilikan, baik gedung gereja, pastori, gedung Sekolah Dasar, dan lain-lain.
Sebagian diambil kembali oleh GKJTU, sedangkan sebagian lagi dipertahankan
sebagai milik GKJ Moga.
Beberapa harta kepemilikan yang dapat
dipertahankan oleh GKJ Moga antara lain tanah seluas 2885 m2 beserta bangunan
di dusun Krajan Timur, desa Banyumudal, Kecamatan Moga; yang sejak tahun 1988
berstatus sertifikat HGB. Tidak hanya itu, pada September 2008, status
kepemilikan tersebut telah meningkat menjadi SHM. Selain di Banyumudal, GKJ
Moga juga memiliki status hak milik berupa tanah tegalan peninggalan Zending
Jerman di dukuh Gondang dengan luas 1.571 m2, sawah tadah hujan seluas 1860 m2,
tanah pekuburan kristen seluas 13.850 m2, dan tegalan wakaf dari keluarga Alex
Saweho di dusun Simadu seluas 550 m2 yang digunakan untuk pekuburan kristen.
Bersamaan dengan perkembangan jaman, dan
beban pergumuan khusus maka sekolah dan Rumah Sakit yang dikelola gereja di
Moga akhirnya terpaksa tutup.
Pada tahun 1969 terjadi pembiakan klasis
Banyumas Utara. Gereja-gereja di sebelah selatan Gunung Slamet, tetap tergabung
dalam Klasis Banyumas Utara, sedangkan gereja-gereja di sebelah utara Gunung
Slamet tergabung mejadi Klasis Tegal. Pada masa itu juga terjadi regrouping
Klasis Tegal, oleh karena GKJ Jakarta yang sebelumnya ikut Klasis Semarang
bergabung di Klasis Tegal bersama GKJ Tegal, GKJ Pemalang, GKJ Moga, dan GKJ
Slawi yang saat itu baru saja dewasa pada tahun 1967.
Sementara itu masa pelayanan Pdt. M.
Kephas berakhir pada tahun 1970. setelah emiritus, GKJ Moga mengalami
kekosongan untuk sementara waktu. Pada masa itu GKJ Moga didampingi oleh
Konsulen Pdt. Darmosoesastra. Tidak berapa lama, GKJ Moga mendapatkan pelayan
baru dengan ditahbiskannya Pdt. Indharto, B.Th pada tanggal 26 Pebruari 1975,
seorang lulusan dari STT Duta Wacana Yogyakarta, berasal dari GKJ Ambarawa.
Selama pelayanan, Pdt. Indharto, B.Th,
bersama dengan jemaat senantiasa bergumul dengan persoalan kemandirian gereja.
Landasan-landasan kemandirian sedikit
demi sedikit dibangun. Selama masa pelayanan, beliau memiliki kesan pelayanan
dan pemeliharaan Zending sangat membekas di jemaat. Watak-watak ketergantungan
begitu membekas, sangat sulit menghilangkan. Namun lambat laun, jemaat kemudian
menyadari bahwa Gereja harus mandiri; mandiri dalam Teologi, daya dan dana.
Pelayanan Pdt. Indharto, B.Th, berakhir
pada tanggal 11 September 2006 melalui Ibadah Emiritasi yang dipimpin oleh Bp.
Pdt. J.B. Sudarmo, S.Th yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Umum
Sinode GKJ.
Pada tanggal 29 Juni 2008, Bp. Pdt. (em)
Indharto dipanggil Tuhan. Keluarga Bp. Pdt. (Em) Indharto, masih tinggal di
Moga. Ibu Sukamti Indharto dan keluarga Bp. Kristanto Dwi Indrianto. Sedangkan
Bp. Iwan Setiawan melayani sebagai pendeta di GKJ Sokaraja, Banyumas, Klasis
Banyumas Utara.
Sejak emiritasi Pdt. Indharto, B.Th, GKJ
Moga didampingi oleh Pdt. Sugeng Prihadi, S.Th, M.Min dari GKJ Slawi, selaku
pendeta konsulen. Kemudian pada tahun 2010, dilanjutkan oleh Bp. Pdt.
Kristianto Himawan, S.Si sebagai Pendeta Konsulen dari GKJ Mejasem. Selama
didampingi oleh Pdt. Sugeng Prihadi, S.Th, M.Min, GKJ Moga telah memroses
panggilan pendeta. Hingga pada tahun 2008, memanggil seorang lulusan dari
Fakultas Teologi Duta Wacana Yogyakarta, Sdr. Trombin Naftaliyus, S.Si. Setelah
melalui ujian peremptoir pada Persidangan XI GKJ Klasis Pekalongan Barat di
Slawi, maka Sdr. Trombin Naftaliyus, S.Si, dinyatakan layak untuk ditahbiskan
sebagai pendeta. Pada akhirnya sejak tanggal 10 Pebruari 2011, GKJ Moga,
dilayani oleh Pdt. Trombin Naftaliyus, S.Si.
Pembinaan Warga Gereja
GKJ Moga melayani dua tempat kebaktian
yaitu di Gedung Gereja Banyumudal dan di Gedung Gereja Gondang. Gedung Gereja
di Gondang, belum dilayani kebaktian umum hari Minggu, dan dipakai sebagai
tempat persekutuan Adiyuswa, setiap hari Minggu ke-2 dan terakhir tiap
bulannya. Namun sejak tahun 2010, persekutuan adiyuswa dikembangkan menjadi
kebaktian umum. Sedangkan persekutuan Adiyuswa, dilayankan di luar hari Minggu,
yaitu 2 bulan 1 kali.
Saat ini pelayanan warga Gereja di bidang
PWG, dibagi menjadi 9 kelompok pembinaan, di antaranya:
Ø Kelompok Anak Kebaktian Anak tiap hari Minggu pukul
07.30.
Ø Kelompok Pemuda Remaja Kebaktian Pemuda Remaja tiap Sabtu
pukul 18.00
Ø Kelompok Bapak Yerusalem (Gondang Timur); 2 Minggu 1 kali tiap hari Selasa
Ø Kelompok Bapak Betlehem (Gondang Barat); 2 Minggu 1 kali tiap hari Rabu
Ø Kelompok Bapak Golgota (Moga); 2 Minggu 1 kali tiap hari
Jumat
Ø Kelompok Ibu Ester (Gondang Utara); 2 Minggu 1 kali tiap hari Selasa
Ø Kelompok Ibu Ruth (Gondang Selatan); 2 Minggu 1 kali tiap hari Rabu
Ø Kelompok Ibu Hanna (Moga); 2 Minggu 1 kali
tiap hari Jumat
Ø Kelompok Adiyuswa; saat ini
masih dilayani persekutuan tiap 2 bulan sekali
Saat ini pemakaian Gedung Gereja sebagai
tempat ibadah Minggu pagi jam 08.00, masih menggunakan gedung gereja baru yang
telah dibangun sejak tahun 1991. Sedangkan gedung Gereja Lama yang telah
berdiri sejak 1911, dan telah mengalami 2 kali renovasi, sekarang dipakai untuk
ibadah Anak. Gedung Gereja yang terletak di dusun Gondang saat ini digunakan
untuk ibadah Minggu sore jam 16.00, Minggu ke-2 dan terakhir tiap bulannya.
Saat ini untuk mendukung pelayanan di
bidang pembinaan, GKJ Moga juga menjalin kemitraan dengan Yayasan Compassion
Indonesia, yang terjalin sejak tahun 2003. Bentuk kemitraan ini ditandai dengan
dibentuknya Pusat Pengembangan Anak (PPA) IO-300 Bina Kasih. IO-300 adalah kode
PPA yang berada di Indonesia dengan nomor urut 300. PPA berlokasi di dusun
Gondang, dan melakukan pelayanan pembinaan dari segi spiritual,
Sosio-emosional, dan fisik. PPA Bina Kasih memiliki visi untuk membentuk
generasi yang dapat melayani bangsa-negara, masyarakat, dan terlebih lagi Tuhan
melalui Gereja-Nya.
Data Statistik Jemaat
Berdasarkan
data statistik sebagaimana di bawah ini, maka pertumbuhan jemaat Moga dalam
kurun waktu 58 tahun, terhitung sejak didewasakan tahun 1949 – 2007, maka dapat
dikatakan bahwa GKJ Moga belum mengalami pertumbuhan jemaat yang signifikan.
Adapun pertumbuhan jemaat ini sebagian besar dikarenakan perkawinan dan
kelahiran.
Dari data tahun 2007, warga GKJ Moga
mencapai 128 Kepala Keluarga, yang terdiri dari 310 jiwa warga dewasa dan 101
jiwa warga anak (laki-laki dan perempuan). Kemudian hingga akhir 2010 jumlah
warga GKJ Moga telah mencapai 138 Kepala Keluarga, dan berjumlah 423 orang yang terdiri dari 315 warga dewasa dan 108 warga anak-anak. Sejak 10 Pebruari 2011, jemaat
GKJ Moga dilayani oleh 11 orang Majelis yang terdiri dari 1 Pendeta, 6 Penatua,
dan 4 Diaken.
Adapun komposisi pekerjaan warga jemaat,
sebagian besar jemaat berprofesi sebagai petani, buruh tani, peternak dan
pedagang. Mereka tersebar di 5 wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Moga,
Warungpring (3km), Randudongkal (11Km), Bantarbolang (22 km), dan Belik (35
km).