Thursday, February 9, 2012

Kronika GKJ Moga


Masa Pekabaran Injil Salatiga Zending di wilayah Pemalang
            Oleh karena pekabaran Injil yang dilakukan oleh Kyai Sadrah dan juga Nyonya Philips, maka di wilayah kabupaten Batang yaitu daerah pegunungan di desa Telagahabang muncul orang-orang Kristen. Kemudian orang-orang Kristen dari Telagahabang ini mengabarkan Injil di wilayah karesidenan Tegal bagian selatan, sehingga terdapat 3 kelompok jemaat yaitu; di Kandanggotong yang terletak di lereng gunung Slamet bagian Timur Laut kaewedanan Banyumudal, di Batursari, dan juga di Pulosari.
            Sementara itu jemaat-jemaat yang timbulnya oleh pekabaran Injil Kyai Sadrah dan sahabat-sahabatnya hampir semuanya memilih menjadi Kristen Kerasulan dan mengabaikan pendeta dari Salatiga Zending. Namun itu tidak seluruhnya. Orang Kristen di Pulosari, Batursari, dan Kandanggotong lebih memilih menjadi asuhan Salatiga Zending dan memohon agar ditempatkan pendeta di situ. Salatiga Zending menyetujui, lalu menempatkan seorang pendeta di Moga. Sebelum daerah itu diserahkan kepada asuhan SZ, orang-orang Kristen sudah pindah dari Batursari dan Kandanggotong ke Pulosari. Kemudian mereka membangun pedukuhan Kristen di desa Tumanggal, dekat Moga.
            Sejak awal, pendeta Salatiga Zending mengerti adanya pengaruh Sekolah Kristen dalam pekabaran Injil, karenanya sejak awal pula didirikan sekolah-sekolah dan juga rumah sakit. Namun demikian pelayanan rumah sakit yang berada di Jawa tengah Utara bagian Barat tidaklah sebanding dengan daerah Timur, yaitu didirikannya rumah sakit pembantu kecil di Moga dan Pemalang. Di Moga, Ungaran, dan Kaliceret terdapat zuster Jerman dan Belanda yang memimpin rumah sakit tersebut. Sedangkan di pemalang hanya pendeta saja yang melayani bidang ini.
            Oleh karena letak jemaat-jemaat itu jauh dari Pemalang dan kebanyakan berada di pegunungan, maka diusulkan oleh Pdt. Bansemer dari Moga agar dipindahkan ke Pekalongan. Pada tahun 1936 hal itu dipenuhi. Di Moga hampir tidak terdapat perkembangan jemaat, sehingga jemaat Tumanggal dan Pulosari disatukan di bawah asuhan pendeta Pemalang. Saat itu terdapat 3 pendeta yaitu di Tegal, Pemalang, dan Pekalongan. Jemaat baru tidak begitu banyak, hanya di kota kawedanan Randudongkal akhirnya bisa tumbuh kelompok-kelompok jemaat sebagaimana di kawedanan Comal.

Gereja Moga dan perjalanan pelayanannya
GKJ Moga merupakan hasil penginjilan yang dilakukan oleh Salatiga Zending, sebuah lembaga zending Jerman yang berpusat di Salatiga. Secara geografis, Moga berada di wilayah Pemalang, pesisir utara Pulau Jawa, namun terletak di kaki Gunung Slamet sehingga cocok untuk perkebunan. Moga merupakan daerah perkebunan. Karena itulah untuk melayani orang-orang perkebunan, di Moga lalu didirikan Sekolah dan Rumah Sakit oleh Zending Salatiga. Dua bentuk pelayanan ini secara konvensional merupakan sarana untuk Pekabaran Injil. Namun, pada tahun 1949, rumah sakit itu di tutup karena terjadi clash II.
Kedua bentuk pelayanan itu pula yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya gereja. Sejak tahun 1911 Gereja Moga tercatat sudah melaksanakan pengajaran katekisasi, baptisan, sidi dan pelayanan pernikahan. Semua itu dilayani oleh pendeta-pendeta Belanda. Sampai tahun 1950-an, Gereja Moga dilayani oleh Pendeta Kruh. Selain pendeta, pada tahun 1949 tercatat ada beberapa penatua yang sudah aktif melayani yaitu Bapak Daniel, Bapak Yusak, Bapak Hardjosemito dan dua diaken yaitu Bapak Dartas dan Bapak Saul. Mereka saat itu juga melayani kotbah dalam kebaktian.
Adapun warga yang tinggal di dukuh Gondang pada awalnya adalah para pasien Rumah Sakit yang tidak mau kembali ke daerahnya setelah sembuh. Mereka yang tidak mau kembali kebanyakan bekerja di Rumah Sakit tempat mereka dirawat sebelumnya. Sebagian bekerja di sawah dan tegalan dari tanah milik Zending. Para warga tersebut kemudian di tempatkan di sebuah dukuh yang kemudian dinamakan dukuh Gondang. Sedangkan nama Gondang diambil dari nama sebuah pohon yang semula dijadikan sebagai patokan di daerah itu. Oleh sebab itu, daerah di sekitarnya kemudian disebut dengan Dukuh Gondang.
Gereja Moga didewasakan tangal 19 Oktober 1949 dengan ditandai dengan penahbisan Pendeta M. Kephas. Semula, ia adalah seorang guru Injil yang dikirim oleh Salatiga Zending sejak tahun 1939. Pada saat pendewasaan, gereja Moga beranggotakan kurang lebih 35 Kepala Keluarga, yang sebagian besar tinggal di dukuh Gondang, 2 kilometer dari Moga. Pada saat itu gereja Moga menjadi bagian dari Sinode Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU), karena merupakan hasil dari Pekabaran Injil Zending Salatiga. Pada tahun 1949, Gereja-gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU) bergabung dengan Gereja-gereja Kristen Jawa Tengah Selatan (GKJTS), menjadi sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ). Termasuk juga Gereja Moga kemudian disebut menjadi GKJ Moga.
Namun Sinode penyatuan hanya berlangsung singkat, karena pada tahun 1952 sinode penyatuan itu pecah lagi, menjadi Gereja Kristen Jawa dan Gereja Kristen Jawa Tengah Utara. Pada saat itu gereja Moga dihadapkan pada pilihan yag sulit. Secara historis, Gereja Moga  memang hasil PI Salatiga Zending, tapi secara struktural cocok dengan struktur GKJ yang presbiterian. Bp. Ernest Saweho salah satu tokoh GKJ Moga pernah mengatakah bahwa Sistim pemerintahan Gerejawi, GKJ yang presbiterian yang sudah dirasakan oleh GKJ Moga “lebih demokratis”. pernah Atas dasar itulah maka gereja itu tetap memilih untuk bergabung dengan sinode GKJ. Pada saat itu GKJ Moga menjadi bagian dari Klasis Banyumas Utara.
Oleh karena GKJ Moga tetap memilih bergabung dengan sinode GKJ, maka terjadilah gejolak di Moga mengenai perebutan kepemilikan, baik gedung gereja, pastori, gedung Sekolah Dasar, dan lain-lain. Sebagian diambil kembali oleh GKJTU, sedangkan sebagian lagi dipertahankan sebagai milik GKJ Moga.
Beberapa harta kepemilikan yang dapat dipertahankan oleh GKJ Moga antara lain tanah seluas 2885 m2 beserta bangunan di dusun Krajan Timur, desa Banyumudal, Kecamatan Moga; yang sejak tahun 1988 berstatus sertifikat HGB. Tidak hanya itu, pada September 2008, status kepemilikan tersebut telah meningkat menjadi SHM. Selain di Banyumudal, GKJ Moga juga memiliki status hak milik berupa tanah tegalan peninggalan Zending Jerman di dukuh Gondang dengan luas 1.571 m2, sawah tadah hujan seluas 1860 m2, tanah pekuburan kristen seluas 13.850 m2, dan tegalan wakaf dari keluarga Alex Saweho di dusun Simadu seluas 550 m2 yang digunakan untuk pekuburan kristen.
Bersamaan dengan perkembangan jaman, dan beban pergumuan khusus maka sekolah dan Rumah Sakit yang dikelola gereja di Moga akhirnya terpaksa tutup.
Pada tahun 1969 terjadi pembiakan klasis Banyumas Utara. Gereja-gereja di sebelah selatan Gunung Slamet, tetap tergabung dalam Klasis Banyumas Utara, sedangkan gereja-gereja di sebelah utara Gunung Slamet tergabung mejadi Klasis Tegal. Pada masa itu juga terjadi regrouping Klasis Tegal, oleh karena GKJ Jakarta yang sebelumnya ikut Klasis Semarang bergabung di Klasis Tegal bersama GKJ Tegal, GKJ Pemalang, GKJ Moga, dan GKJ Slawi yang saat itu baru saja dewasa pada tahun 1967.
Sementara itu masa pelayanan Pdt. M. Kephas berakhir pada tahun 1970. setelah emiritus, GKJ Moga mengalami kekosongan untuk sementara waktu. Pada masa itu GKJ Moga didampingi oleh Konsulen Pdt. Darmosoesastra. Tidak berapa lama, GKJ Moga mendapatkan pelayan baru dengan ditahbiskannya Pdt. Indharto, B.Th pada tanggal 26 Pebruari 1975, seorang lulusan dari STT Duta Wacana Yogyakarta, berasal dari GKJ Ambarawa.
Selama pelayanan, Pdt. Indharto, B.Th, bersama dengan jemaat senantiasa bergumul dengan persoalan kemandirian gereja. Landasan-landasan  kemandirian sedikit demi sedikit dibangun. Selama masa pelayanan, beliau memiliki kesan pelayanan dan pemeliharaan Zending sangat membekas di jemaat. Watak-watak ketergantungan begitu membekas, sangat sulit menghilangkan. Namun lambat laun, jemaat kemudian menyadari bahwa Gereja harus mandiri; mandiri dalam Teologi, daya dan dana.
Pelayanan Pdt. Indharto, B.Th, berakhir pada tanggal 11 September 2006 melalui Ibadah Emiritasi yang dipimpin oleh Bp. Pdt. J.B. Sudarmo, S.Th yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Umum Sinode GKJ.
Pada tanggal 29 Juni 2008, Bp. Pdt. (em) Indharto dipanggil Tuhan. Keluarga Bp. Pdt. (Em) Indharto, masih tinggal di Moga. Ibu Sukamti Indharto dan keluarga Bp. Kristanto Dwi Indrianto. Sedangkan Bp. Iwan Setiawan melayani sebagai pendeta di GKJ Sokaraja, Banyumas, Klasis Banyumas Utara.
Sejak emiritasi Pdt. Indharto, B.Th, GKJ Moga didampingi oleh Pdt. Sugeng Prihadi, S.Th, M.Min dari GKJ Slawi, selaku pendeta konsulen. Kemudian pada tahun 2010, dilanjutkan oleh Bp. Pdt. Kristianto Himawan, S.Si sebagai Pendeta Konsulen dari GKJ Mejasem. Selama didampingi oleh Pdt. Sugeng Prihadi, S.Th, M.Min, GKJ Moga telah memroses panggilan pendeta. Hingga pada tahun 2008, memanggil seorang lulusan dari Fakultas Teologi Duta Wacana Yogyakarta, Sdr. Trombin Naftaliyus, S.Si. Setelah melalui ujian peremptoir pada Persidangan XI GKJ Klasis Pekalongan Barat di Slawi, maka Sdr. Trombin Naftaliyus, S.Si, dinyatakan layak untuk ditahbiskan sebagai pendeta. Pada akhirnya sejak tanggal 10 Pebruari 2011, GKJ Moga, dilayani oleh Pdt. Trombin Naftaliyus, S.Si.
                                                                            
Pembinaan Warga Gereja
GKJ Moga melayani dua tempat kebaktian yaitu di Gedung Gereja Banyumudal dan di Gedung Gereja Gondang. Gedung Gereja di Gondang, belum dilayani kebaktian umum hari Minggu, dan dipakai sebagai tempat persekutuan Adiyuswa, setiap hari Minggu ke-2 dan terakhir tiap bulannya. Namun sejak tahun 2010, persekutuan adiyuswa dikembangkan menjadi kebaktian umum. Sedangkan persekutuan Adiyuswa, dilayankan di luar hari Minggu, yaitu 2 bulan 1 kali.
Saat ini pelayanan warga Gereja di bidang PWG, dibagi menjadi 9 kelompok pembinaan, di antaranya:
Ø  Kelompok Anak                            Kebaktian Anak tiap hari Minggu pukul 07.30.
Ø  Kelompok Pemuda Remaja          Kebaktian Pemuda Remaja tiap Sabtu pukul 18.00
Ø  Kelompok Bapak Yerusalem (Gondang Timur);  2 Minggu 1 kali tiap hari Selasa
Ø  Kelompok Bapak Betlehem (Gondang Barat);     2 Minggu 1 kali tiap hari Rabu
Ø  Kelompok Bapak Golgota (Moga);                      2 Minggu 1 kali tiap hari Jumat
Ø  Kelompok Ibu Ester (Gondang Utara);                2 Minggu 1 kali tiap hari Selasa
Ø  Kelompok Ibu Ruth (Gondang Selatan);              2 Minggu 1 kali tiap hari Rabu
Ø  Kelompok Ibu Hanna (Moga);                              2 Minggu 1 kali tiap hari Jumat
Ø  Kelompok Adiyuswa;                   saat ini masih dilayani persekutuan tiap 2 bulan sekali
Saat ini pemakaian Gedung Gereja sebagai tempat ibadah Minggu pagi jam 08.00, masih menggunakan gedung gereja baru yang telah dibangun sejak tahun 1991. Sedangkan gedung Gereja Lama yang telah berdiri sejak 1911, dan telah mengalami 2 kali renovasi, sekarang dipakai untuk ibadah Anak. Gedung Gereja yang terletak di dusun Gondang saat ini digunakan untuk ibadah Minggu sore jam 16.00, Minggu ke-2 dan terakhir tiap bulannya.
Saat ini untuk mendukung pelayanan di bidang pembinaan, GKJ Moga juga menjalin kemitraan dengan Yayasan Compassion Indonesia, yang terjalin sejak tahun 2003. Bentuk kemitraan ini ditandai dengan dibentuknya Pusat Pengembangan Anak (PPA) IO-300 Bina Kasih. IO-300 adalah kode PPA yang berada di Indonesia dengan nomor urut 300. PPA berlokasi di dusun Gondang, dan melakukan pelayanan pembinaan dari segi spiritual, Sosio-emosional, dan fisik. PPA Bina Kasih memiliki visi untuk membentuk generasi yang dapat melayani bangsa-negara, masyarakat, dan terlebih lagi Tuhan melalui Gereja-Nya.
             

Data Statistik Jemaat

            Berdasarkan data statistik sebagaimana di bawah ini, maka pertumbuhan jemaat Moga dalam kurun waktu 58 tahun, terhitung sejak didewasakan tahun 1949 – 2007, maka dapat dikatakan bahwa GKJ Moga belum mengalami pertumbuhan jemaat yang signifikan. Adapun pertumbuhan jemaat ini sebagian besar dikarenakan perkawinan dan kelahiran.
Dari data tahun 2007, warga GKJ Moga mencapai 128 Kepala Keluarga, yang terdiri dari 310 jiwa warga dewasa dan 101 jiwa warga anak (laki-laki dan perempuan). Kemudian hingga akhir 2010 jumlah warga GKJ Moga telah mencapai 138 Kepala Keluarga, dan berjumlah 423 orang yang terdiri dari 315 warga dewasa dan 108 warga anak-anak. Sejak 10 Pebruari 2011, jemaat GKJ Moga dilayani oleh 11 orang Majelis yang terdiri dari 1 Pendeta, 6 Penatua, dan 4 Diaken.
            Adapun komposisi pekerjaan warga jemaat, sebagian besar jemaat berprofesi sebagai petani, buruh tani, peternak dan pedagang. Mereka tersebar di 5 wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Moga, Warungpring (3km), Randudongkal (11Km), Bantarbolang (22 km), dan Belik (35 km).

No comments:

Post a Comment